FATAWA KURBAN 1: HUKUM BERKURBAN DAN MENIATKANNYA UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin ditanya tentang hukum berkurban, dan apakah boleh mengkhususkannya untuk keluarga yang telah meninggal?
Beliau menjawab, “Udhiyah (menyembelih hewan kurban,pen) adalah sunnah mu’akkadah bagi orang yang mampu melakukannya. Maka dia hendaknya menyembeli hewan kurban untuk dirinya dan keluarganya.
Adapun meniatkan berkurban khusus untuk anggota keluarga yang telah meninggal, maka hal itu tidak pernah teriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, menurut yang saya tahu, bahwa beliau menyembelih hewan kurban khusus untuk orang yang telah meninggal. hal ini juga tidak (pernah diriwayatkan) dari para shahabat ketika di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam .
Akan tetapi hendaknya seseorang di dalam berkurban meniatkan untuk dirinya dan keluarganya, dan bila ia meniatkan juga untuk anggota keluarganya yang telah meninggal maka tidak mengapa (yang dilarang adalah mengkhususkan untuk mayit,pen).” (Majmu Fatawa wa Rasail 25/10)
Di dalam fatwa berikutnya beliau menambah keterangan tentang larangan mengkhususkan berkurban bagi anggota keluarga yang telah meninggal, beliau berkata “Kemudian berkurban bukan bagi orang yang telah meninggal, tapi berkurban bagi orang yang masih hidup. Dan berkurban tidak sunnah bagi orang yang telah meninggal. Dalilnya adalah, bahwasanya syari’at ini hanya bersumber dari sisi Allah dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan as-sunnah telah datang menjelaskan bahwasanya berkurban hanya bagi orang yang masih hidup.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga memiliki kerabat-kerabat yang telah meninggal, akan tetapi beliau tidak pernah berkurban khusus bagi mereka. Semua putra dan putri Nabi telah meninggal sebelum beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di antara mereka ada yang meninggal sebelum usia baligh, dan sebagian yang lain setelah usia baligh. Anak laki-laki beliau semuanya meninggal sebelum baligh, sedangkan putri-putri beliau meninggal di usia baligh, kecuali Fathimah yang masih hidup sepeninggal beliau. Juga ada dua isteri Nabi yang meninggal sebelum beliau yaitu Khadijah dan Zainab bintu Khuzaimah Radhiallahu ‘anhuma. Demikian pula paman beliau, Hamzah bin Abdul Muthallib telah terbunuh sebagai syahid, akan tetapi tidak pernah beliau (mengkhususkan) berkurban bagi mereka. Maka (dapat diketahui bahwa) beliau tidak mensyari’atkan berkurban bagi orang yang telah meninggal, dan tidak mendakwahkan hal tersebut.
Atas dasar ini kami katakan, tidak termasuk sunnah (mengkhususkan) berkurban bagi mayit, karena tidak pernah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan aku juga tidak mengetahui ada riwayat dari shahabat .
Baik, jika si mayit telah berwasiat untuk disembelihkan hewan kurban baginya maka ditunaikan wasiatnya dengan disembelihkan hewan kurban baginya, dalam rangka menunaikan wasiatnya. Demikian pula bila si mayit digabungkan bersama orang-orang yang masih hidup, contohnya seseorang menyembelih hewan kurban dengan niat untuk dirinya dan keluarganya, dia meniatkan keluarga yang masih hidup dan yang sudah meninggal (maka tidak mengapa). Adapun mengkhususkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal, maka perbuatan itu bukan sunnah. (Majmu Fatawa wa Rasail 25/11)
Salam ust saya masih bingung nih… dalam Kitab ada pernyataan ini “hendaknya seseorang di dalam berkurban meniatkan untuk dirinya dan keluarganya, dan bila ia meniatkan juga untuk anggota keluarganya yang telah meninggal maka tidak mengapa (yang dilarang adalah mengkhususkan untuk mayit,pen).” (Majmu Fatawa wa Rasail 25/10).. pertanyaan saya ust.. apa yang menyebabkan berbeda dari dua pernyataan ini ” 1. ( bila ia meniatkan juga untuk anggota keluarganya yang telah meninggal maka tidak mengapa ), 2. ( yang dilarang adalah mengkhususkan untuk mayit ).
Wa’alaikumussalam warahmatullah..
Baik, Kalau mengkhususkan berkurban untuk orang yang telah meninggal saja itu tidak diperbolehkan dikarenakan tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabat beliau bahkan penerus mereka setelahnya.
Padahal ada kelurga bahkan anak dan isteri Rasulullah yang meninggal lebih dulu dari beliau akan tetapi tidak pernah beliau berkurban untuk mereka.Contohnya isteri beliau Khadijah, anak beliau Ibrahim, paman beliau Hamzah.
Adapun berkurban untuk dirinya sendiri dan meniatkannya untuk anggota keluarganya yang masih hidup dan yang telah meninggal adalah boleh. diKarenakan Rasulullah ketika berkurban beliau berkata, “Ya Allah ini kurban dariku dan dari keluargaku.” Kalimat “keluarga” disini bersifat umum yang masih hidup dan yang telah meninggal.
Sehingga yang dilarang adalah mengkhususkan berkurban untuk orang yang telah meninggal, seseorang memotong kambing dengan niatan itu untuk bapaknya yang telah meninggal. Karena pada hakekatnya hukum berkurban hanya untuk orang hidup. smg keterangan ini bs mudah dipahami. Wallahu a’lam